Selasa, 25 Juni 2013

MOTIVASI MEMPELAJARI BAHASA ARAB



MOTIVASI MEMPELAJARI BAHASA ARAB
OLEH
Drs.H.Ahmad R.

Tujuan mempelajari Bahasa Arab :
1.      Tujuan mengerti apa yang dibaca dalam sholat
2.      Supaya mengerti membaca Al-Qur’an dan dapat mengambil petunjuk dari kandungannya.
3.      Supaya dapat menggali ilmu agama Islam yang tertulis dalam bahasa Arab seperti Tafsir, Hadis, Fiqh, dsb.
4.      Supaya pandai berbicara, mengarang dalam bahasa Arab dan mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab.

Metode Mengajarkan qiro’ah
1.      Guru memulai dengan memberi salam, menyebutkan topic atau mennuliskan qira’ah tersebut dipapan tulis
2.      Guru menyiapkan alat peraga yang menarik, bercakap-cakap dengan murid tentang isi bacaan yang akan dibaca oleh murid-murid sambil menggunakan alat peraga.
3.      Guru menyuruh murid-murid mengeluarkan buku bacaan dan meletakkan diatas meja dengan teratur lalu disuruh membuka halaman yang akan dibaca..
4.      Guru membaca teks bacaan seluruhnya dengan tenang dan perlahan-lahan. Jika didapati kata-kata yang sulit atau kalimat, maka hendaklah dijelaskan maksudnya.
5.      Teks bacaan yang panjang boleh dipenggal-penggal atau dibagi-bagi.
6.      Guru menyuruh seorang murid yang terpandai (dalam qira’ah) untuk membaca bagian pertama, kemudian murid-murid yang lain berganti-ganti seorang demi seorang. Jika ucapan mereka ada yang kurang baik, maka hendaklah guru mengulang membaca untuk menjadi contoh. Jika bacaan murid salah pada waktu membaca, maka hendaklah ditunggu sampai sempurna kalimatnya, lalu murid lain ditunjuk untuk membantu temannya membetulkan kesalahanya . Jika mereka tidak dapat membetulkan, maka guu sendiri yang membetulkan.
7.      Setelah murid-murid pandai membaca bagian yang pertama dengan ucapan yang baik, hendaklah guru menyuruh murid-murid untuk menjelaskan arti dan maksudnya. Kemudian guru pindah kebagian yang kedua dan seterusnya.
8.      Setelah selsai dibaca bagian demi bagian, semua guru menyuruh murid-murid membaca semua bagian dari awal hingga akhir.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL



                                                PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
               Oleh : PROF.DR.H.M.SATTU ALANG, M.A.
(Disampaikan Pada Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama Mata  Pelajaran   Bahasa Arab Madrasah Ibtidaiyah Wilayah Kerja Balai Diklat Keagamaan Makassar)
  

Pendidikan Multikultural (multicultural education), merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keragaman  latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk  membentuk sikap multicultural.  Strategi ini sangat bermanfaat; sekurang-kurangnya dari sekolah sebagai lembaga pendidikan, dapat terbentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, keseimbangan, dan demokrasi dalam artian luas.
Multikulturalisme adalah konsep yang menjelasskan dua perbedaan dengan makna yang saling berkaitan.
 (1) Multikulturalisme sebagai kondisi kemajemukan kebudayaan atau pluralism budaya dari masyarakat. Kondisi ini diasumsikan dapat membentuk sikap toleransi.
(2) Multikulturalisme merupakan seperangkat kebijakan pemerintah pusat yang dirancang  sedemikian rupa agar seluruh masyarakat dapat memberikan perhatian kebudayaan  dari semua kelompok etnik atau suku bangsa. Hal ini beralasan karena bagaimanapun juga, semua kelompok etnik atau suku dan bangsa telah memberi kontribusi .

Fungsi Pendidikan Multikultural
1.         Memberi konsep diri yang jelas.
2.         Membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari sejarahnya.
3.         Membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap massyarakat.
4.         Membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making), partisipasi social dan keterampilan dan keterampilan kewarganegaraan (citizenship skills).
5.         Mengenal keberagaman daalam penggunaan bahasa.

Pentingnya Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran: Pembelajaran multicultural bias menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras dan antar golongan. Rasional tentang pentingnya pembelajaran/pendidikan multicultural, karena strategi pendidikan ini dipandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam:
Selain itu pendidikan multikultural memberikan tekanan bahwa sekolah pada dasarnya berfungsi mendasari perubahan masyarakat dan meniadakan penindasan dan ketidak adilan. Jalan diatas dapat dirinci menjadi 3 butir perubahan yaitu:
1. Perubahan diri
2. Perubahan sekolah dan persekolahan
3. Perubahan masyarakat
Perubahan diri dimaknai sebagai perubahan yang dimulai dari diri siswa sendiri yang lebih menghargai orang lain agar bisa hidup damai dengan sekelilingnya. Kemudian diwujudkan dalam tata tutur dan tata prilakunya di lingkungan sekolah dan berlanjut hingga masyarakat. Karena sekolah merupakan agen perubahan maka diharapkan ada perubahan yang dapat terjadi di masyarakat, seiring dengan terjadinya perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah. Ketiga perubahan tersebut sangat berkaitan agar siswa nantinya dapat tumbuh menjadi manusia yang mampu menghadapi berbagai pluralisme budaya.

Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Terjadinya konflik yang benuansa SARA pada beberapa daerah di Indonesia, dari banyak studi yang dilakukan salah satu penyebabnya adalah, akibat dari lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kearipan budaya. Konflik akan muncul  apabila tidak ada distribusi nilai yang adil kepada masyarakat. Terdapat perbedaan ras pada masyarakat menjadi penanda awal yang secara budaya sudah dilabelkan hambatan-hambatannya, yakni prasangka rasial. Prasangka rasial ini sangat sensitif karena melibatkan sikap seseorang ataupun kelompok ras tertentu terhadap ras lain.
Dengan kata lain dinamika dan perkembangan masyarakat Indonesia kedepan sangat dipengaruhi oleh hubungan-hubungan antar etnis.Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural menjadi suatu keniscayaan, karena kondisi sosial budaya bangsa dan negara Indonesia yang sangat beragam. Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang besar dan dengan budaya yang sangat beragam.https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8629784517340498332#editor/target=post;postID=7965301431441960703
Sekitar 200 juta penduduk yang tersebar kurang lebih dari 13.000 pulau. Wilayah Indonesia tersusun atas 33 propinsi, 440  kabupaten/kota, 5.263 kecamatan, serta 62.806 desa. Terdapat puluhan suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda, dan lebih dari 660 bahasa daerah yang digunakan oleh penduduk Indonesia. Sejumlah 293.419 satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs,SMA/MA) di Indonesia tersebar di berbagai wilayah, total 51,3 juta siswa dan 3,31 juta guru. Disadari bahwa untuk membangun bangsa dengan beragam adat dan budaya yang tersebar di wilayah yang sangat luas dan terpencar, diperlukan suatu strategi dan upaya yang sistematis untuk melakukannya.

Urgensi Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran Madrasah
Dengan pembelajaran mutikultural para siswa dan lulusan madrasah akan dapat memiliki sikap kemandirian dalam menyadari dan menyelesaikan segala problem kehidupannya, melalui berbagai macam cara dan strategi pendidikan serta mengimplementasikanya yang mempunyai visi dan misi yang selalu menegakkan dan menghargai pluralisme, demokrasi dan humanisme. Diharapkan para generasi penerus menjadi ”Generasi Multikultural” yang menghargai perbedaan, selalu menegakan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan yang akan datang.
Pembelajaran multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antargolongan. Rasional tentang pentingnya pembelajaran/pendidikan multikultural, karena startegi pendidikan ini dipandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam:
1). Memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antarbudaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan (nonviolent);
2). Menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat.
3). Model pembelajaran multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk; 4). Memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka

Manfaat Pembelajaran Multikultural,
antara lain:
  1. Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman.
  2. . Metodologi dan strategi pembelajaran multikultural dengan menggunakan sarana audio visual telah cukup menarik minat belajar anak serta sangat menyenangkan bagi siswa dan guru. Karena, siswa secara sekaligus dapat mendengar, melihat, dan melakukan praktik selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini menjelaskan bahwa pembelajaran multikultural sangat baik untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan minat belajar siswa yang lebih tinggi
  3.  Guru-guru dituntut kreatif dan inovatif sehingga mampu mengolah dan menciptakan desain pembelajaran yang sesuai. Termasuk memberikan dan membangkitkan motivasi belajar siswa, serta memperkenalkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap toleransi, solidaritas, empati, musyawarah, dan egaliter kepada sesama. Para siswa pun bisa menjadi lebih memahami kearifan lokal yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
  4. 4. Pendidikan multikultural membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat .(Savage & Armstrong, 1996)
  5. Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. (Farris & Cooper, 1994).
  6. 6. Dapat membimbing, membentuk dan mengkondisikan siswa agar memiliki mental atau karakteristik terbiasa hidup di tengah-tengah perbedaan yang sangat kompleks, baik perbedaan ideologi, perbedaan sosial, perbedaan ekonomi dan perbedaan agama. Dengan pembelajaran mutikultural para lulusan akan dapat memiliki sikap kemandirian dalam menyadari dan menyelesaikan segala problem kehidupannya.

Keuntungan dengan Pendekatan Pendidikan Multikultural
Pertama, kita tidak lagi terbatas dengan pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multicultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudaayan akan membebaskan pendidikan dari asumsi mereka bahwa tanggungjawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan dikalangan anak didik semata-mata berada ditangan mereka, melainkan tanggungjawab semua pihak karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal dan luar sekolah.
Kedua, kita tidak lagi terbatas pada pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Artinya, kita tidak perlu mengasosiasikan kebudayaan sematamata dengan kelompok-kelompok etnik. Secara tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient. Oleh karena individu-individu atau peserta didk memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam berbagai dialek atau bahasa, dan berbagai pemahaman mengenai situasi-situasi dimana setiap pemahaman tersebut sesuai, maka individu-individu memilki berbagai tingkat kompetensi dalam sejumlah kebudayaan. Dalam konteks pendidikan multicultural, apabila pendekatan ini dipahami dan diadopsi oleh para penyusun program-program pendidikan multicultural, akan melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotype menurut identitas etnik mereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan dikalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi intensif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, kita bahkan dapat melihat lebih jelas bahwa upaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multicultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok etnik adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multicultural tidak dapat disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada suatu waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelas berkaitan, kita harus membedakan secara konseptual antara identitas-identitas yang disandang individu dan identitas sosial primer dalam kelompok etnik tertentu.
Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (baik di sekolah maupun di luar sekolah) meningkatkan kesadaran mengenai kompetensi dalam beberapa kebudayaan akan menjauhkan kita dar konsep dwi-budaya (bicultural) atau dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Karena dikotomi semacam ini bersifat membatasi kebebasan individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas (perbedaan) kebudayan.Pendidikan multikultural bertujuan untuk mendedahkan kesadaran akan “multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia”. Kesadaran ini mengandung potensi pendidikan multikultural untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada anak didik.

Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Proses Pendidikan
Dengan pengembangan model pendidikan berbasis multicultural, diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif meredam konflik. Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antargolongan. Tak hanya itu, pendidikan multikultural juga mencakup revisi materi-materi dan sistem pembelajaran, seleksi penerimaan siswa, rekrutmen guru, termasuk revisi buku-buku dan teks-teks soal Ujian Nasional (UN).
Misalnya, pelaksanaan UN selama ini terus menjadi perdebatan dan menimbulkan pro-kontra, sejak keluarnya SK No 153/U/2003 tentang UAN. Mulai teknis pelaksanaan hingga keputusan pemerintah tentang pelulusan terhadap siswa. Secara yuridis, pelanggaran terhadap UU No. 20 tahun 2003. Pada pasal 58 ayat (1), misalnya, semestinya UAN menjadi tolok ukur, kontrol, alat evaluasi tingkat kemampuan peserta didik dan penyerapan terhadap materi. UU lahir, oleh pemerintah malah dibelokkan menjadi alat untuk menentukan tingkat kelulusan siswa. Secara tidak langsung pemerintah masih berkeinginan menyeratakan dan tidak mendukung adanya paradigma atau pijakan pendidikan multikultural.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural menemukan momentumnya ketika rezim pemerintahan Soeharto yang otoritarian tumbang. Di masa awal reformasi, berbagai konflik antar etnik dan golongan menciptakan kejutan dan kengerian masyarakat, secara umum. Konflik berdarah di Poso, Sampit, hingga Papua merupakan catatan buram sejarah Indonesia. Hal ini membuat kalangan intelektual pendidikan di Indonesia mempertanyakan kembali sistem pendidikan nasional bagi Indonesia Perlukah ada perubahan? Atau sistem pendidikan yang bagaimana yang bisa meminimalisasi potensi konflik.
Parsudi Suparlan (2001) mengatakan bahwa multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman karena multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaaan kultur, atau sebuah keyakinan yang mengakui pluralisme kultur sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi jembatan yang mengakomodasi perbedaan etnik dan budaya dalam masyarakat yang plural. Perbedaan itu dapat terakomodasi dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti dunia kerja, pasar, hukum, ekonomi, sosial, dan politik.

Kurikulum Pendidikan Multikultural
Agar pendidikan lebih multikultural, maka kurikulum, model pembelajaran, suasana sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan peran guru harus dibuat multikultural. Isi, pendekatan, dan evaluasi kurikulum harus menghargai perbedaan dan tidak diskriminatif. Isi dan bahan ajar di sekolah perlu dipilih yang sungguh menekankan pengenalan dan penghargaan terhadap budaya dan nilai lain. Suasana sekolah amat penting dalam penanaman nilai multibudaya. Sekolah harus dibangun dengan suasana yang menunjang penghargaan budaya lain. Relasi guru, karyawan, siswa yang berbeda budaya diatur dengan baik, ada saling penghargaan. Anak dari kelompok lain tidak ditolak tetapi dihargai.
Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya juga multinilai. Sikap menghargai orang yang berbeda dari budaya lain akan lebih berkembang bila siswa mempraktikkan dan mengalami sendiri. Maka, model live-in, tinggal di tengah orang yang berbudaya lain, amat dapat membantu siswa menghargai "budaya lain". Misalnya siswa dari Bali ikut live-in satu minggu di tengah orang Sunda. Bila mereka mengalami bahwa di situ diterima dengan baik, mereka akan dibantu lebih penghargai budaya Sunda. Proyek dan kepanitiaan di sekolah baik juga diatur dengan lebih variasi dan beragam. Setiap panitia terdiri dari aneka macam siswa dari berbagai suku, ras, agama, budaya, dan jender. Ini akan lebih menumbuhkan semangat kesatuan dalam perbedaan yang ada.
Kurikulum yang diperlukan dalam pendidikan multicultural mempunyai tiga komponen utama; yaitu isi, metode, dan manusia. Isi mencakup ilmu pengetahuan, teori, konsep, fakta, kontribusi, dan perspektif dari kelompok yang berbeda suku, etnisitas, gender, bahasa, kelas sosial, agama, orientasi seksual, cacat dan tidak cacat, kepercayaan politik dan sebagainya yang secara historis tidak terpresentasikan dalam ranah pendidikan.Metode, mencakup strategi pembelajaran yang mengakomodasi gaya pengajaran dan pembelajaran yang berbeda, kebijakan-kebijakan akademik yang mendukung rekrutmen, mentoring, memori siswa multikultural, pengajar, populasi staff, dan proses kurikulum yang mendorong eksplorasi, pengembangan, dan implementasi kurikulum multikultural.     Manusia, menyangkut sisiwa multikultural, pengajar, dan populasi staff yang mendukung dan mengembangkan implementasi kurikulum multikultural melalui metode yang telah digunakan.Walaupun begitu, perumusan dan implementasi pendidikan multikultural di Indonesia masih memerlukan pembahasan serius dan khusus. Hal ini bukan hanya karena menyangkut masalah isi pendidikan multikultural itu sendiri, tetapi juga mengenai strategi yang akan ditempuh; apakah misalnya dalam bentuk mata pelajaran terpisah, berdiri sendiri (separated), atau sebaliknya “terpadu” atau terintegrasi (integrated).
Terlepas dari berbagai isu dan masalah ini, yang jelas perkembangan Indonesia sekarang kelihatannya membutuhkan pendidikan multikultural, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi penting bagi pembentukan “keikaan” di tengah “kebhinnekaan” yang betul-betul aktual; tidak hanya sekedar slogan dan jargon.Termasuk juga, pengelolaan masyarakat multi-kultural Indonesia tidak bisa secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sitematis, programatis, integrated, dan berkesinambungan. Langkah yang paling strategis dalam hal ini adalah melalui pendidikan multikultural yang diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal dan bahkan informal dalam masyarakat luas.https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8629784517340498332#editor/target=post;postID=7965301431441960703